Catatan
Ringkas Muhidin M. Dahlan
Pramoedya Ananta Toer mewakafkan
hampir seluruh usianya di jalan kepenulisan. Penyebab sekira 14 tahun di
penjara di tiga rezim berbeda juga lantaran pilihan hidup menulis ini. Karena
komitmen dan dedikasi di jalan menulis itulah Pram menahan diri untuk menulis
iseng, lucu-lucuan, melayani kesenangan diri, atau menulis sekadar urusan niaga
dan berhasrat tumpuk uang dan ketenaran. Semua itu hanya efek dari sebuah
cita-cita yang lebih tinggi dan luhur.
Menulis
itu ideologis
Bagi Pram, menulis adalah tugas
nasional. Karena itu menulis adalah sikap patriotis yang ditunjukkan seorang
anak bangsa untuk kejayaan bangsa yang melahirkan dan menumbuhkannya. Karena
ideologis, maka menulis adalah tindakan politik. Politik adalah memperjuangkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan lewat jalan bercerita. Sekaligus tindakan.
Karya dan tindakan satu garis lurus. Karena itu bingkai Pram adalah
"politik sastra". Sastra adalah produk politik kreatif. Karena itu
sastra tak boleh menghindar dari politik. Ia berada dalam arus politik dan
perubahan masyarakat. Tak boleh minggat, lari, dan sembunyikan muka di bawah
pasir.
Menulis itu riset
Menulislah apa-apa yang kamu lihat.
Ini nasehat dasar untuk riset yang dipesankannya kepada anak-anaknya. Untuk
kebutuhan riset, tak jarang Pram meminjam buku satu becak dari Perpustakaan
Gadjah Jakarta. Lalu mengupahi orang lain utk mengetiknya. Bahan utama
penulisan Tetralogi Buru adalah hasil kliping mahasiswa2 Pram di Univ Res
Publika tahun 50an. Utk mendapatkan nilai pada kuliah sejarah pergerakan
Indonesia, mahasiswa diminta membuat kliping Indonesia awal abad 20. Untuk
menulis soal Kartini, Pram dan timnya blusukan mencari narasumber dan sejumlah
artefak di Jepara, Rembang, Semarang, Blora, dan Jakarta. Untuk menulis
Tetralogi Arok Dedes, Pram membaca intensif babad2 tentang jatuh bangunnya
manusia Jawa di hadapan kolonial.
Untuk menulis kisah-kisah yang
bertaut dengan kata kunci "Blora", Pram meriset sejarah keluarganya
sendiri. Untuk menulis hal ihwal revolusi dan penjara, Pram menyusun kliping
dan mengandalkan catatan pengalamannya sendiri. Pram menulis dengan riset
karena sastra adalah ilmu pengetahuan, bukan kerja iseng. Pram menulis dengan
riset karena sastra harus dipertanggungjawabkan oleh penulis di depan mahkamah
pembaca. Pram menulis dengan riset agar gagasan tidak cemen, lapuk, bahkan
hanya oleh dehaman pembaca. Pram menulis dengan riset karena karya sastra harus
berdiri kokoh dari segala badai dan batu yang menimpuknya.
Menulis
itu disiplin
Hayat seorang marxis seperti Pram
adalah kerja. Hidup sosial yang lebih baik dibangun oleh pilar-pilar kerja.
Kerja adalah tindakan produktif. Lawannya konsumtif. Produktivitas adalah jalan
negara makmur. Konsumtivitas adalah penanda negara lembek dan masyarakat
penabung lemak yang tak terkendali. Jika sebuah masyarakat di sebuah negara
lebih banyak mengonsumsi daripada berproduksi yakinlah itu adalah masyarakat
korup, negara korup. Individunya juga korup. Kerja untuk bisa produktif adalah
disiplin. Penulis yang subur adalah penulis yang disiplin. Karena kedisiplinan
laiknya serdadu inilah Pram tampak angker, humornya gelap, dan tak punya ruang
kosong menggosipkan orang lain.
Disiplin menulis ditentukan oleh
penulis itu sendiri. Disiplin adalah kesadaran intrinsik. Penulislah yg
menentukan kapan ia mengetik, kapan ia membaca/riset, dan kapan ia rehat dan
olahraga. Kerja terus-menerus tanpa olahraga yang disiplin hanya memelihara
pembunuh dalam tubuh. Setiap penulis yang produktif memiliki fisik yang tak kalah
kuatnya. Menulis adalah kerja meniti waktu peradaban dan itu berlangsung sekuen
panjang. Lantaran itu diperlukan ketahanan fisik yang menopang gelora imajinasi
di pikiran. Disiplin dalam menulis harus sama baiknya disiplin dalam memelihara
ketahanan fisik. Termasuk pola makan.
Menulis
itu keterampilan berbahasa
Kendaraan sastra adalah bahasa. A
Teuuw pernah menegur Pram sewaktu ada program Sticusa di Belanda tahun 60an.
Saat itu Pram keranjingan belajar macam2 bahasa: Rusia, Inggris, Prancis,
Spanyol. Kata Teuuw, sastrawan cukup menguasai satu bahasa dlm menulis, bahasa
yang benar-benar paling dikuasainya. Yang lain-lain, itu tugas penerjemah.
Sepulang dari program Sticusa, Pram
mendalami lagi Bahasa Indonesia, terutama genealogi terbentuknya bahasa
Indonesia, penggunaan, serta operasi politik bahasa kolonial. Pram bilang
bahasa Indonesia itu tidak praktis, karena itu ia punya cara sendiri
menyingkatnya. Misalnya kereta api -> keretapi, matahari -> matari Karena
mengerti sejarah penggunaan bahasa, maka berbeda rasa basa ketika Pram menulis
Tetralogi Arok Dedes & Tetralogi Buru. Karena mengerti sejarah operasi
penggunaan bahasa dalam masyarakat, maka membaca rasa basa dalam karya Pram
kita dibawa ke masa tertentu dan golongan masyarakat tertentu pula. Bahkan
antara tokoh yang berbeda kelas juga berbeda rasa basanya dalam ekosistem
cerita.
DEMIKIANLAH
4 jalan yang dilakukan Pram dalam menulis, dan sekaligus menjadi jalan bagi
pribadi-pribadi yang menjatuhkan pilihannya di dunia kesusasteraan.
Menulis
sebagai jalan ideologis yang dilakukan dengan jalan riset dan disikapi dengan
serius setiap harinya dengan laku disiplin. Dan melalui kendaraan bahasa yang
dikuasai dengan baik menghasilkan karya sastra yang tak mudah doyong oleh
helaan ruang dan waktu.
________________
1.
Catatan kecil ini disampaikan dalam Simposium Bulan Bahasa 2013 di Universitas
Nusantara PGRI Kediri yang digelar oleh Himaprodi Bahasa dan Sastra Indonesia
2.
Penulis adalah kerani di @warungarsip, Jogjakarta.
Empat Jalan Menulis Pram
Reviewed by Pandai Cendekia
on
9:12 AM
Rating:

No comments: